Demikian disampaikan Usep Hasan Sadikin, penggiat Perludem, pada seminar komunikasi politik bertajuk “potensi pembajakan APBD oleh kandidat pada Pilgub Banten 2017” Selasa (12/4), di Auditorium Untirta. Seminar digelar oleh Prodi Komunikasi Politik FISIP Untirta.
“Hasil kajian kami terhadap Pilkada Serentak 2015, ditemukan adanya beberapa pelanggaran oleh petahana. Contohnya, anggaran pilkada jauh lebih tinggi ketimbang yang diajukan KPU, intervensi kepentingan terhadap penyelenggara, serta adanya keterlibatan birokrasi,” kata Usep.
Pembicara lain,
Pembicara lain,
Ketua Bawaslu Banten Pramono U Tantowi menjelaskan, potensi petahana membajak APBD sangat besar. Terlebih para anggota legislatif yang notabene isinya petinggi parpol, juga turut menikmati sejumlah proyek dari APBD. Jadi, petahana dan parpol saling menikmati aliran APBD dalam bentuk program dan proyek, utamanya setahun jelang pilkada.
“Dalam UU Pilkada memang ada sanksi administratif berupa pembatalan pencalonan, bagi petahana yang memanfaatkan APBD. Namun melihat gelagat ke depan, sepertinya potensi itu tetap ada,” katanya.
Ia menjelaskan, seorang kandidat membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk bisa menjadi calon kepala daerah.
“Mereka harus mengeluarkan dana untuk pencalonan, biaya kampanye, iklan di media massa, biaya saksi, hingga mengurus sengketa hukum di MK. Besarnya kebutuhan itu mendesak kandidat untuk mencari pensumberan keuangan. Salah satunya ya lewat APBD itu. Apalagi regulasi soal dana kampanye dari perorangan dan perusahaan sekarang jauh lebih rigid,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Tb Ence Fahrurozi, Kabid Pengendalian Program Pembangunan Bappeda Banten, mengakui potensi pembajakan APBD itu ada menjelang Pilgub Banten 2017.