Tangerang, bantencom – Indonesia banyak dirugikan dengan keberadaan PT. Freport Indonesia. Bahkan, kini polemik penunjukkan eks wakil BIN pun dipertanyakan. Bahkan ada anggapan main mata dan lobi-lobi dengan pihak pemerintah.
“awal tahun 2015 ini, Freeport Indonesia telah mengumumkan nakhkoda baru yakni penunjukkan Mareof Syamsuddin (mantan Wakil Ketua BIN 2011-2014) menggantikan Roziek B Soecipto yang pensiun. Ada apa dan untuk kepetingan apa?” Kata Ridwan Darmawan, Direktur eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS).
Dirinya mempertanyakan mengapa seorang eks tentara bisa menduduki posisi tertinggi di perusahaan pertambangan emas yang sudah beroperasi di Indonesia semenjak tahun 60an tersebut.
Dirinya menjelaskan bahwa pada tahun 1991 ada pembaharusan kontrak karya Freport dengan Indonesia, dimana aturan nasional mewajibkan setiap perusahaan tambang emas harus membayar royalti sebesar 3,75 persen, namun pada kenyataannya, perusahaan emas milik Amerika Serikat (AS) tersebut hanya membayar 1 persen saja.
Bahkan hingga kini, renegosiasi kontrak karya tak pernah selesai, padahal Undang-undang mengamanatkan hanya memberikan waktu satu tahun agar pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut.
“penunjukkan Maroef terkait dengan posisi tawar Freeport di depan Pemerintah. Apalagi mantan posisi nomor dua dilembaga telik sandi itu ada pengaruh tersendiri dalam memegang informasi-informasi kunci negara ini,” terangnya.
Pria yang akrab di sapa Bogel ini meminta agar pemerintahan yang di pimpin oleh Jokowi-JK dapat segera menyelesaikan renegosiasi kontrak karya dengan Freport sesuai peraturan yang berlaku.
“MoU renegosiasi kabarnya sudah ditandatangi, tapi tetap masih menyisakan problem hukum, dalam PP (Peraturan Pemerintah) tentang Divestasi diatur besaran saham yang harus di divestasikan dan jangka waktunya, tapi mengapa dalam MoU disepakati hanya 30 persen saham saja, itu melanggar PP,” tegasnya.
Ternyata kekesalan ini tak hanya dirasakan oleh mantan aktifis Forum Kota (Forkot) 98, namun menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, pun kesal dengan manajemen Freport Indonesia karena belum menunjukkan keseriusan dalam membangunpabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Karena, MoU akan selesai per 24 Januari ini.
“Progres smelter Freeport masih jauh, saya tidak gembira, saya kecewa karena tidak menunjukan kesungguhan, sampai malam ini saya dapat laporan Pak Dirjen Mineral dan Batu bara belum diputuskan,” kata Sudirman, di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.